Reklamasi Pantai Jakarta, tepatkah ?
Kendati belum mendapat restu dari Kementrian Lingkungan Hidup, reklamasi pantai Jakarta semakin gencar dan luas dilakukan. Sebagian besar hutan alam pantai di beberapa kawasan rusak karena diuruk pengembang besar untuk kepentingan proyek pembangunan industri, pusat bisnis, dan hunian eksklusif.
Kabar terbaru bahwa setelah berulangkali tertunda, rencana pembangunan reklamasi dan revitalisasi pantai Jakarta kembali mencuat. Pembangunan proyek seluas 2.700 hektar itu akan dimulai tahun 2009. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan melakukan desain ulang terhadap sejumlah proyek reklamasi pantai yang dilakukan di seluruh kawasan ibukota dengan menggunakan kajian akademik yang termasuk memperhitungkan kenaikan permukaan air laut.
Terkait rencana reklamasi dan revitalisasi pantai Jakarta sepanjang 32 kilometer dengan lebar 1,5 km tersebut kini pihak Pemprov DKI tengah mempersiapkan semua aspek yang menunjang pelaksanaan reklamasi tersebut di antaranya lingkungan.
Terkait rencana reklamasi dan revitalisasi pantai Jakarta sepanjang 32 kilometer dengan lebar 1,5 km tersebut kini pihak Pemprov DKI tengah mempersiapkan semua aspek yang menunjang pelaksanaan reklamasi tersebut di antaranya lingkungan.
Persiapan lain yang dilakukan yakni perbaikan daerah sekitar pantai. Perbaikan ini merupakan tugas para developer penghuni daerah sekitar pantai Jakarta tersebut. Developer harus memperbaiki pantai di daerah mereka masing-masing. Perbaikan ini dilakukan sembari proyek reklamasi dan revitalisasi pantai Jakarta berlangsung
Sebenarnya rencana reklamasi dan revitalisasi pantai Jakarta sudah mengemuka sejak tahun 1993. Sebelum rencana ini mengemuka, sejumlah developer kasawan ini antara lain Pantai Indah Kapuk dan Pantai Mutiara sudah mereklamasi pantai di sekitar lokasi mereka secara sendiri-sendiri.
Reklamasi dilakukan selain mengatasi kelangkaan lahan di kota metropolitan ini, upaya tersebut untuk mengembangkan wilayah Jakarta Utara yang kini relatif tertinggal perkembangannya dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya di DKI Jakarta.
Pemprov DKI tidak punya pilihan lain yakni membangun wilayah Jakarta Utara dan menjadikan Jakarta sebagai water front city. Untuk mengembangkan kota ke arah timur saat itu terbentur oleh lahan pertanian beririgasi teknis yang tidak boleh diubah fungsinya. Sementara pengembangan ke arah selatan amat terbatas, karena kawasan ini merupakan wilayah resapan air.
Pemprov DKI tidak punya pilihan lain yakni membangun wilayah Jakarta Utara dan menjadikan Jakarta sebagai water front city. Untuk mengembangkan kota ke arah timur saat itu terbentur oleh lahan pertanian beririgasi teknis yang tidak boleh diubah fungsinya. Sementara pengembangan ke arah selatan amat terbatas, karena kawasan ini merupakan wilayah resapan air.
Kawasan pantai utara Jakarta diharapkan akan menjadi kawasan andalan yang kompetitif guna mengantisipasi era perdagangan dan investasi bebas pada tahun 2020 mendatang. Dalam rencana itu, sebagian dari kawasan pantai akan dikembangkan sebagai pusat kegiatan bisnis baru dalam rangka perwujudan Jakarta sebagai kota pelayanan (service city).
Mengenai rencana ini, mantan Gubernur DKI Jakarta Surjadi Soedirdja telah melaporkan kepada Presiden RI Soeharto tahun 1994. Selanjutnya, Pemprov DKI (dulu pemerintah daerah atau Pemda) berencana mulai reklamasi dan revitalisasi pantai Jakarta awal tahun 1995. Untuk membuat lahan olahan seluas 2.700 hektar diperkirakan membutuhkan tanah sekitar 200 juta meter kubik.
Mengenai rencana ini, mantan Gubernur DKI Jakarta Surjadi Soedirdja telah melaporkan kepada Presiden RI Soeharto tahun 1994. Selanjutnya, Pemprov DKI (dulu pemerintah daerah atau Pemda) berencana mulai reklamasi dan revitalisasi pantai Jakarta awal tahun 1995. Untuk membuat lahan olahan seluas 2.700 hektar diperkirakan membutuhkan tanah sekitar 200 juta meter kubik.
Rencana menjadikan Jakarta sebagai kawasan waterfront city ini tidak terealisasi bahkan sampai Sutiyoso menggantikan Surjadi. Tahun 2003, Kementerian Lingkungan Hidup (LH) menyatakan Pemprov DKI tidak mampu memenuhi kaidah penataan ruang dan ketersediaan teknologi pengendali dampak lingkungan. Ketidaklayakan reklamasi pantai Jakarta ini telah disampaikan Menteri LH dengan menerbitkan Surat Keputusan Menteri LH Nomor 14 Tahun 2003. Dasar pertimbangannya sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Pasal 22 tentang amdal.
Kendati belum mendapat restu dari Kementrian Lingkungan Hidup, reklamasi pantai Jakarta semakin gencar dan luas dilakukan. Sebagian besar hutan alam pantai di beberapa kawasan rusak karena diuruk pengembang besar untuk kepentingan proyek pembangunan industri, pusat bisnis, dan hunian eksklusif.
Kondisi itu terjadi di Marunda, Pantai Mutiara, dan Pantai Indah Kapuk (PIK). Daerah pesisir Marunda diuruk untuk kawasan berikat, PIK diuruk untuk pembangunan pusat bisnis dan hunian eksklusif, sedangkan Pantai Mutiara direklamasi untuk hunian eksklusif.
Daerah pesisir Marunda, terutama antara Marunda Kepu dan Marunda Pulo yang semula rawa-rawa, empang atau tambak udang, sudah diuruk oleh Kawasan Berikat Nusantara (KBN) untuk disewakan kepada investor. Hutan bakau dan hutan alam pantai tidak terlihat lagi karena telah berubah menjadi hamparan tanah hasil pengurukan.
Daerah pesisir Marunda, terutama antara Marunda Kepu dan Marunda Pulo yang semula rawa-rawa, empang atau tambak udang, sudah diuruk oleh Kawasan Berikat Nusantara (KBN) untuk disewakan kepada investor. Hutan bakau dan hutan alam pantai tidak terlihat lagi karena telah berubah menjadi hamparan tanah hasil pengurukan.
Reklamasi besar-besaran wilayah laut juga sudah terlihat di Pantai Mutiara. Di lokasi ini ratusan rumah elite dibangun oleh satu pengembang kawasan. Belum ada penataan garis sempadan pantai yang lebih baik, kecuali satu ruang terbuka yang dijejali bangunan rumah berbagai tipe dengan harga ratusan juta rupiah. Rumah-rumah itu berbatasan dengan bibir pantai.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah sepertinya reklamasi daerah pantai ini tujuannya bukan untuk kelestarian lingkungan hidup atau tujuan mulia lainnya. Malah lebih condong kearah komersial & bisnis belaka tanpa memperhatikan efek dampak lanjutannya terhadap lingkungan & ekosistem alami.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah sepertinya reklamasi daerah pantai ini tujuannya bukan untuk kelestarian lingkungan hidup atau tujuan mulia lainnya. Malah lebih condong kearah komersial & bisnis belaka tanpa memperhatikan efek dampak lanjutannya terhadap lingkungan & ekosistem alami.
Aspek AMDAL terlupakan atau sengaja ditutupi jangan muncul ke permukaan. Seyogyanya hal ini harus kita pertimbangkan secara matang supaya jangan sampai malah kondisi lingkungan hidup di daerah pesisir khususnya & Jakarta sekitarnya umumnya menjadi semakin terbebani & rusak. Apabila itu terjadi siap-siaplah kota Jakarta untuk banjir & tenggelam oleh air laut pada tahun-tahun mendatang dan mungkin saja nantinya pusat kota Jakarta berpindah ke daerah Bogor & sekitarnya karena Jakarta Utara, Pusat, Selatan , dll telah menjadi laut.
0 comments
Post a Comment